I.
Cara profesi dan masyarakat mendorong Akuntan Publik
berperilaku pada tingkat yang tinggi berdasarkan (B) Kewajiban Hukum
1.
Pengertian Akuntansi Publik
Akuntan
Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa
sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan Kantor Akuntan Publik adalah badan
usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan telah mendapatkan izin
usaha dari pihak yang berwenang.
Mengingat
pengguna jasa profesi Akuntan Publik / KAP tidak hanya klien (pemberi
penugasan), namun juga pihak-pihak lain yang terkait, seperti pemegang saham,
Pemerintah, investor, kreditor, Pajak, otoritas bursa, Bapepam-LK, publik
(masyarakat umum) serta pemangku kepentingan (stake holder) lainnya, maka jasa
profesi akuntan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan tersebut.
Akhir-akhir
ini profesi akuntan publik sedang banyak mendapatkan sorotan. Oleh karena itu
akuntan publik harus menjalankan tugasnya sesuai dengan standar dan kode etik
profesi yang ditetapkan organisasi profesi serta mengikuti ketentuan /
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini publik sangat menuntut
adanya integritas dan profesionalisme para Akuntan Publik dan KAP. Awal abad 21
yang lalu kita dikejutkan adanya Enron gate yang menghebohkan kalangan dunia
usaha. Skandal di Enron tersebut terjadi karena timbul praktik persekongkolan
(kolusi) yang melibatkan profesi akuntan publik, auditor internal dan
manajemen.
Berkaca dari
skandal Enron tersebut, hendaknya kita dapat mengambil hikmah (pembelajaran),
bahwa profesi akuntan publik ternyata rawan dari malpraktik yang sangat
bertentangan dengan kode etik profesi. Oleh karena itu, saat ini sangat
mendesak untuk ditetapkannya Undang-Undang yang mengatur Akuntan Publik,
sehingga terdapat kepastian hukum atas jasa profesi akuntan publik serta
masyarakat (publik) terlindungi dari tindakan malpraktik yang dapat merugikan
berbagai pihak.
2.
Kode Etik
Profesi Akuntan Publik
Kode
etik adalah sistemnorma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan
kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Adapun
fungsi dari kode etik profesi adalah :
a.
Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan.
b.
Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan
c.
Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
3. Kewajiban Akuntan Publik
Terdapat 5
(lima) kewajiban Akuntan Publik dan KAP yaitu,
a. Bebas dari
kecurangan (fraud),ketidakjujuran dan kelalaian serta menggunakan kemahiran
jabatannya (due professional care) dalam menjalankan tugas profesinya.
b. Menjaga kerahasiaan
informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan memberikan informasi
rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran rahasia data / informasi
klien kepada pihak ketiga secara sepihak merupakan tindakan tercela.
c. Menjalankan
PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian
Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100
tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-KAP).
d. Mempunyai
staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki pengalaman yang cukup. Para
auditor tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing
Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business process). Dalam
rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi mensyaratkan
pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode waktu tertentu. Hal ini
menjadi penting, karena auditor harus senantiasa mengikuti perkembangan bisnis
dan profesi audit secara terus menerus.
e. Memiliki
Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan baik. KKA tersebut
merupakan perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah dilakukan oleh
auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung (supporting) dari
temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan audit (audit report).
KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian suatu kasus di sidang
pengadilan.
Akuntan
Publik dilarang melakukan 3 (tiga) hal yaitu :
a. Dilarang
memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit) untuk klien
yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik dengan klien
yang merugikan pihak lain.
b. Apabila
Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap pemberi penugasan
(klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
c. Akuntan Publik
juga dilarang merangkap jabatan yang tidak diperbolehkan oleh ketentuan
perundang-undangan / organisasi profesi seperti sebagai pejabat negara,
pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya,
kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan tinggi yang
tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris atau komite yang
bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan usaha konsultansi manajemen.
Sedangkan
KAP harus menjauhi 4 (empat) larangan yaitu :
a. Memberikan
jasa kepada suatu pihak, apabila KAP tidak dapat bertindak independen.
b. Memberikan
jasa audit umum (general audit) atas laporan keuangan untuk klien yang sama
berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun.
c. Memberikan
jasa yang tidak berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan manajemen.
d. Mempekerjakan
atau menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang menolak atau tidak bersedia
memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan terhadap Akuntan
Publik dan KAP.
Tindakan melawan Hukum
Setiap pihak
yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran Akuntan Publik dan KAP
dalam memberikan jasanya, dapat menuntut ganti rugi secara perdata kepada
Akuntan Publik maupun KAP. Selain perdata, Akuntan Publik dan KAP juga dapat
dituntut dalam pelanggaran pidana, yaitu:
a. Memberikan
pernyataan yang tidak benar, dan atau dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk
mendapatkan dan atau memperbarui izin akuntan publik.
b. Melakukan
kecurangan (fraud), ketidakjujuran, atau kelalaian dalam memberikan jasanya
baik untuk kepentingan/ keuntungan Akuntan Publik, klien, ataupun pihak lain
atau mengakibatkan kerugian pihak lain.
c. Menghancurkan
dan atau menghilangkan kertas kerja dan atau dokumen lain yang berkaitan dengan
pemberian jasanya untuk kepentingan/keuntungan KAP, klien, ataupun pihak lain,
atau mengakibatkan kerugian pihak lain.
Apabila
Akuntan Publik atau KAP melanggar Standar Auditing (SA) dan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) dalam audit terhadap Laporan Keuangan suatu perusahaan
(klien), maka Pemerintah dapat mencabut izin praktik KAP tersebut melalui
Keputusan Menteri Keuangan. Selama masa pembekuan izin, KAP tersebut dilarang
memberikan jasa akuntan, yang meliputi jasa audit umum atas laporan keuangan,
jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif dan jasa pemeriksaan atas
pelaporan informasi keuangan proforma. Selain itu, yang bersangkutan juga
dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan
akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai
dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban
hukum auditor kepada klien adalah mencegah penipuan dan/atau pelanggaran kontrak
yang bisa mempengaruhi hasil-hasil pekerjaan. Banyak profesional akuntansi dan
hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan
publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan
antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit serta
risiko audit.
Berikut ini
defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut
Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
a.
Kegagalan bisnis
Adalah
kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya
atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau
bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang
tak terduga dalam industri itu.
b. Kegagalan
audit
Adalah
kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah
karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.
c. Risiko Audit
Adalah risiko dimana auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian,
sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit,
akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar
kemungkinannya bahwa business failure juga
dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus
bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak
luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam
menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan
fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan
kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia
tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah
mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum
diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan
mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik
bertindak.
Sedangkan gross negligence merupakan
kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika.
Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi
standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu
(ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka
akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik
dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan
setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan
oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan
publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika
auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti
terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan
asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat
kelalaian auditor tersebut.
Kesulitan timbul bila terjadi
kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah
perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai
laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya
bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara
wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang
kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah
lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang
berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab
atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan
akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh
pihak akuntan publik dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa
faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya
adalah (Loebbecke dan Arens,1999,h.786):
a. Meningkatnya
kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan public.
b. Meningkatnya
perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan
tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor.
c. Bertambahnya
kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu
pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb.
d. Kesediaan
kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan, untuk
menghindari biaya yang tinggi.
Pemahaman terhadap hukum tidaklah
mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari
perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan
interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.
Hal ini juga yang terjadi pada
profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang
memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan
mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum
akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang
sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih
baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik
kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini
maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas
pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai
profesi termasuk profesi akuntan publik.
Standar ketelitian yang
sering disebut konsep kehati-hatian
(prudent person) menjelaskan bahwa auditor hanya menjamin itikad baik dan
integritas dan bertanggung jawab atas kecerobohan , itikad buruk atau ketidak
jujuran dan auditor terbebas dari kerugian akibat kekeliruan dalam
pertimbangan.Bidang kewajiban hukum auditor dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Kewajiban kepada klien
Kewajiban
terhadap klien timbul karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai
waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemukan
kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan publik.
Apabila
terdapat tuntutan auditor dapat mengajukan pembelaan yaitu :
a. Tidak
adanya kewajiban melaksanakan pelayanan, dalam hal ini tidak dinyatakan dalam
surat penugasan/kontrak.
b. Tidak
ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja , mengklaim bahwa auditor telah mengikuti
GAAS.
c. Kelalaian
kontribusi, dalam hal ini menjamin jika klien melakukan kewajiban/tindakan
tertentu ,tidak akan terjadi kerugian.
d. Ketiadaan
hubungan timbal balik, antara pelanggaran auditor terhadap standar
kesungguhan dengan kerugian yang dialami
klien .
2) Kewajiban terhadap
pihak ketiga menurut Common Law
Pihak ketiga yang
terdiri dari pemegang saham, calon pemegang saham, pemasok, bankir dan kreditor
lain, karyawan, dan pelanggan. Konsep kewajiban tersebut antara lain sebagai
berikut :
a.
Doktrin
ultramares, Kewajiban dapat timbul jika pihak
ketiga primary beneficiary atau orang
yang harus diberikan informasi audit.
b.
Pemakai yang dapat
diketahui sebelumnya, orang yang mengandalkan keputusannya pada laporan
keuangan.
c.
Foreseeable
user’s, pemakai yang dapat diketahui lebih
dahulu mempunyai hak yang sama dengan pemakai laporan keuangan yang mepunyai
hubungan kontrak .
3) Kewajiban perdata
menurut hukum sekuritas federal
a. Securities
Act tahun 1933, persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan
efek-efek baru. Peraturan membolehkan pihak ketiga menggugat auditor jika
laporannya menyesatakan dan tidak mempunyai beban pembuktian hal tersebut,
sementara auditor dapat membela jika audit telah memadai dan pemakai laporan
tidak menderita kerugian .
b. Securities
Exchange Act tahun 1934, persyaratan penyampaian laporan tahunan setiap
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa. Akibat tuntutan ini SEC dapat mencabut ijin
praktek dari KAP yang yang melakukan kesalahan.
c. Racketeer
Influenced and Corrupt Organization Act 1970, peraturan ini ditujukan untuk
kriminalitas tetapi auditor sering dituntut berdasarkan peraturan ini .
d. Foreign
Corrupt Practice Act tahun 1977, larangan pemberian uang suap kepada
pejabat di luar negeri untuk mendapatkan
pengaruh dan mempertahankan hubungan usaha
4) Kewajiban kriminal
Beberapa
undang-undang seperti Uniform Securities Acts, Securuties Acts 1933 dan 1934,
Federal Mail Fraud Statute dan Federal False Statement Statute menyebutkan
bahwa menipu orang lain dengan sadar terlibat dalam laporan keuangan yang palsu
adalah perbuatan kriminil .
5) Tanggung Jawab
Kerahasiaan
Beberapa
tuntutan yang terjadi menuntut perlunya profesi auditing untuk meneliti
peraturan perilaku yang menyangkut kerahasiaan dan mencoba memperjelas
persyaratan - persyaratan yang konsisten dengan common law .
6) Tanggapan Profesi
Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA
dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah
berikut :
a. Riset
dalam auditing.
b. Penetapan
standar dan aturan.
c. Menetapkan
persyaratan untuk melindungi auditor
d. Menetapka
persyaratan penelaahan sejawat .
e. Melawan
tuntutan hukum
f. Pendidikan
bagi pemakai laporan
g. Memberi
sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
h. Perundingan
untuk perubahan hukum .
7) Tanggapan Akuntan
Publik Terhadap Kewajiban Hukum
Dalam meringankan
kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
a. Hanya
berurusan dengan klien yang memiliki integritas
b. Mempekerjakan
staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi
dengan pantas
c. Mengikuti
standar profesi
d. Mempertahankan
independensi
e. Memahami
usaha klien
f. Melaksanakan
audit yang bermutu
g. Mendokumentasika
pekerjaan secara memadai
h. Mendapatkan
surat penugasan dan surat pernyataan
i.
Mempertahankan hubungan yang bersifat
rahasia
j.
Perlunya asuransi yang memadai; dan
k. Mencari
bantuan hukum
Sumber :
Arens,
2010/2011.Etika Profesi Auditing,Bab III-IV.Hal 787.
Boynton,
C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing, buku
satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Ismail125cc,
2014. Etika profesi dan kewajiban. (http://ismail125cc.blogspot.com/2014/03/etika-profesi-dan-kewajiban-hukum.html)
Wahyuayunk,
2013. Kode etik akuntan publik.( http://wahyuayunk.blogspot.com/2013/11/kode-etik-akuntan-publik-dalam_28.html).
BY : Esmin Fransiska Hutagaol 4EB25 Mahasiswi
Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar