Senin, 17 November 2014

Tugas 3 Etika Profesi Akuntansi



   II.            Kode Perilaku Profesional ada 4 Menurut AICPA
1.      Kode Perilaku Profesional
Perilaku etika merupakan fondasi peradaban modern menggarisbawahi keberhasilan berfungsinya hampir setiap aspek masyarakat, dari kehidupan keluarga sehari-hari sampai hukum, kedokteran,dan bisnis. Etika (ethic) mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat.
Perilaku etika juga merupakan fondasi profesionalisme modern. Profesionalisme didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk karakter atau member ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilakuyang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.
S. M. Mintz telah mengusulkan bahwa terdapat tiga metode atau teori perilaku etika yang dapat menjadi pedoman analisis isu-isu etika dalam akuntansi. Teori ini antara lain (1) paham manfaat atau utilitarianisme. (2) pendekatan berbasis hak (rights based approach),dan (3) pendeketan berbasis keadilan (justice based approach).
Teori utilitarian mengakui bahwa pengambilan keputusan mencakup pilihan antara manfaat dan beban dari tindakan-tindakan alternatif, dan menfokuskan pada konsekuensi tindakan pada individu yang terpengaruh. Teori hak mengasumsikan bahwa individu memiliki hak tertentu dan individu lainnya memiliki kewajiban untuk menghormati hak tersebut. Teori keadilan berhubungan dengan isu seperti ekuitas, kewajaran,dan keadilan. Teori keadilan mencakup dua prinsip dasar. Prinsip pertama menganggap bahwa setiap orang memiliki hak untuk memiliki kebebasan pribadi tingkat maksimum yang masih sesuai dengan kebebasan orang lain. Prinsip kedua menyatakan bahwa tindakan sosial dan ekonomi harus dilakukan untuk memberikan manfaat bagi setiap orang dan tersedia bagi semuanya.
  1. Kode Perilaku Profesional Menurut AICPA
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) adalah organisasi Kantor Publik Akuntan yang paling berpengaruh di dunia auditing, dan bertempat di Amerika . Di Indonesia biasa disebut dengan IAI. Keanggotaan dalam AICPA terbatas pada para akuntan public saja dan saat ini anggotanya sudah lebih dari 330.000 orang , tapi tidak semua anggotanya berpraktek sebagai auditor independent. Kebanyakan dari anggota AICPA pernah bekerja sebagai akuntan public , yang kemudian bekerja di instansi pemerintahan , industri, serta pedidikan . Keanggotaan AICPA bersifat sukarela , dan tidak diwajibkan untuk semua akuntan publik.
AICPA adalah penentu persyaratan professional bagi akuntan publik. AICPA biasanya melakukan penelitian, dan menerbitkan artikel tentang berbagai subjek yang behubungan dengan akuntansi, auditing, jasa asestasi dan assurance, jasa konsultasi manajemen serta perpajakan, menjadi juru bicara bagi profesi akuntansi, melakukan kampanye-kampanye promosi secara nasional, pengembangan sertifikasi keahlian, serta usaha-usaha dari Komite Khusus untuk Jasa Assurance, dan mempromosikan jasa asurance baru. Berikut ini adalah beberaa wewenang dari AICPA :
1)      Standar-standar Auditing (Auditing Standards Board) atau sebagai Dewan STANDAR Auditing yang bertanggung jawab untuk menerbitkan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan masalah auditing.
2)      Standar Kompilasi dan Standar Review (Accounting and Review Services Committee) yang bertugas untuk menerbitkan pernyataan tentang tangung jawab  akuntan public ketika akuntan public terlibat dengan laporan dari perusahaan swasta non public yang tidak diaudit, biasanya dikenal dengan nama Statements On Standards for Accounting and Review Services (SSARS). Ada 2 jenis penyataan yang dicakup dalam SAARS :
a.       Situasi dimana seorang akuntan membantu seorang klien dalam mempersiapkan laporan keuangan serta tidak memberikan sedikitpun keandalan atas laporan keuangan tersebut (Jasa Kompilasi).
b.      Situasi dimana akuntan melakukan sejumlah wawancara dan prosedur analitis yang dapat memberikan dasar bagi pemberian tingkat keandalan terbatas dimana tidak ada modifikasi material yang perlu dibuat bagi laporan tersebut.
Pernyataan Standar Penugasan Asestasi (Statement Of Standards of Assestation Engagements) yang bertujuan untuk memberikan keangka kerja dan kerangka panduan untuk badan-badan dan praktisi-praktisi akuntan.. Contoh dari standar khusus atas jasa asestasi adalah Statement on Standards for Accountant’s Services on Prospective Financial Information (Penyataan Standar atas Jasa Akuntan Untuk Informasi Keuanga yang Bersifat Prspektif).
1)      Standar Konsultasi.
2)      Kofde Etik Profesional Akuntan
AICPA bertugas untuk melaksanakan ujian tertulis maupun pengkasifikasikan ujian akuntan public, menerbitkan jurnal-jurnal akuntansi seperti The Journal of  Accountancy, panduan audit bagi beberapa industri, perubahabn secara periodic atas Codification o Statements on Auditing Standards (Kodifikasi Atas Pernyataan Standar Ausditing), serta kode etik professional auditing.
AICPA juga menawarkan kesempatan pendidikan lanjutan secara online dan melalui Inforbytes Learning Library / Perpustakaan Belajar Inforbytes untuk akuntan public agar akuntan public memiliki akses tidak terbatas ke dalam latihan professional.
  1. Tim Etika Profesional AICPA
Pengaturan sendiri dan etika profesional demikian penting bagi profesi akuntan, sehingga peraturan AICPA menetapkan perlunya dibentuk divisi atau Tim Etika Profesional. Misi dari tim ini: mengembangkan dan menjaga standar etika dan secara efektif menegakkan standar-standar tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan masyarakat terlindungi, meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai CPA , dan menyediakan pedoman yang mutakhir dan berkualitas sehingga para anggota mampu menjadi penyedia nilai utama dalam bidangnya.  Tim ini terdiri dari beberapa staf penuh waktu, anggota sukarela aktif, dan investigator sementara yang juga bersifat sukarela sesuai kebutuhan. Tim tersebut melaksanakan tiga fungsi utama untuk menyelesaikan misinya sebagai berikut:
·         Menetapkan Standar : Komite Eksekutif Etika Profesional melakukan interprestasi atas Kode Perilaku Profesional AICPA serta mengusulkan perubahan kode perilaku.
·         Penegakan Etika : Tim Etika Profesional melakukan investigasi atas potensi masalah-masalah disiplin yang melibatkan anggota AICPA serta masyarakat CPA negara bagian dan program penegakan etika bersama.
·         Jasa Permintaan Bantuan Teknis (ethics hotline) : Tim Etika Profesional melakukan pendidikan bagi anggota serta mempromosikan pemahaman atas standar etika yang ada dalam Kode Perilaku Profesional AICPA, dengan cara menanggapi permintaan bantuan anggota dalam rangka penerapa Kode Perilaku Profesional AICPA pada bidang praktik yang spesifik.
  1. Komposisi Kode Etik AICPA
Kode Perilaku Profesional (Code of Professional Conduct) AICPA yang telah direvisi dan diterima oleh sidang keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua seksi sebagai berikut:
·         Prinsip-prinsip (Principles) yang menyatakan ajaran dasar perilaku etika dan memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
·         Peraturan Perilaku (Rule of Conduct) yang menetakapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan profesional.
Sebagai suatu pertanyaan ideal perilaku profesional, maka prinsip-prinsip ini tidak digolongkan sebagai standar yang dapat ditegakkan. Sebaliknya, Peraturan Perilaku menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima serta dapat ditegakkan atau dengan perkataan lain sebagai suatu keharusan untuk dicapai.
Sebagai tambahan diatas dari kode tersebut, maka komite eksekutif divisi etika profesional mengeluarkan pengumuman pengumuman sebagai berikut:
·         Interprestasi Peraturan Perilaku (Interpretations of The Rules of Conduct) yang menyediakan pedoman tentang lingkup dan penerapan peraturan-peraturan spesifik.
·         Ketetapan Etika (Ethics Rulings) yang menunjukkan penerapan peraturan perilaku dan interprestasi pada kondisi nyata tertentu.
Para anggota yang menyimpang dari interprestasi atau ketetapan Etika harus memberikan penjelasan dan alasan penyimpangan tersebut pada rapat dengar pendapat tentang disiplin.
  1. Prinsip-Prinsip Kode Etik
Enam Prinsip yang terdapat dalam kode etik, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a)      Tanggung Jawab
CPA memberikan jasa yang penting dan erlu dalam sistem persaingan bebas yang dianut di Amerika Serikat. Seluruh CPA memiliki tanggung jawab kepada mereka yang menggunakan jasa profesional CPA. Selain itu para CPA memiliki tanggung jawab yang berkesinambungan untuk bekerja sama dengan para nggota lainnya.
b)      Kepentingan Publik
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kemakmuran kolektif dari komunitas manusia dan institusi yang dilayani oleh CPA. Kepentingan publik yang harus dilindungi oleh CPA meliputi kepentingan klien, pemberi kredit, pemerintah, pegawai, pemegang saham, dan masyarakat umum. Suatu ciri mulia dari sebuah profesi adalah kesediaannya untuk menerima tanggung jawab profesional kepada publik.
c)      Integritas
Integritas merupakan karakteristik pribadi yang tidak dapat dihindari dalan diri seorang CPA. Elemen ini merupakan tolak ukur dengan mana setiap anggota pada akhirnya harus memepertimbangkan semua keputusan yang dibuat dalam penugasan. Integritas juga menunjukkan tingkat kualitas yang menjadi dasar kepercayaan publik.
d)      Objektivitas dan independensi
Objektivitas adalah suatu sikap mental. Meskipun prinsip ini tidak dapat diukur secara tepat, namun wajib untuk dipegang oleh semua anggota. Objektivitas berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan.
Independensi merupakan dasar dari sturktur filosofi profesi. Bagaimana kompetennya seorang CPA dalam melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya, pendapatnya akan menjadi kurang bernilai bagi mereka yang mengandalkan laporan keuangan auditor apabila CPA tidak independen. Dalam memberikan jasa-jasa tersebut, para anggota harus bersikap independen dalam segala hal. Artinya para anggota harus bertindak dengan integritas dan objetivitas. Para anggota haru bersikap independen dalam penampilan. Untuk mengujinya, para anggota dilarang mempunyai kepentingan keuangan atau hubungan usaha dengan klien.
e)      Kecermatan dan keseksamaan
Prinsip kecermatan atau keseksamaan adalah pusat dar pencarian terus menerus akan kesempurnaan dalam melaksanakan profesional. Keseksamaan mengharuskan setiap CPA untuk melaksanakan tanggugn jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan,
Kompetensi adalah gasil dari pendidikan dan pengalaman. Pendidikan diawali dengan persiapan diri untuk memasuki profesi tersebut. Dilanjutkan dengan pendidikan profesi berkelanjutan melalui jenjang karir anggota. Pengalaman meliputi kerja magang dan penerimaan tanggung jawab yang meningkat selama usia profesional anggota. Keseksamaan meliputi keteguhan, kesungguhan, serta sikap energik dalam menerapkan dan mengupayakan pelaksanaan jasa-jasa profesional. Hal itu berarti seorang CPA harus cermat dan seksama dalam melaksanakan pekerjaan, memperhatikan standar teknis dan etika yang dapat diterapkan, serta menyelesaikan jasa yang dilaksanakan dengan segera.
f)       Lingkup dan sifat jasa
Prinsip ini hanya dapat diterapkan kepada anggota yang memberikan jasa kepada masyarakat. Dalam memutuskan apakah akan memberikan jasa yang spesifik dalam situsasi tertentu, maka CPA tersebut harus mempertimbangkan semua prinsp-prinsip yang telah ada sebelumnya. Apabila ternyata tidak ada prinsip yang dapat dipenuhi, maka penugasan tersebut harus ditolak. Selanjutnya seorang CPA harus:
·         Hanya berpraktik pada suatu kantor yang telah mengimplementasikan prosedur pengendalian mutu.
·         Menetukan apakah lingkup dan sifat jasa lain yang diminta oleh klien tidak akan menciptakan pertentangan kepentingan dalam pemberian jasa audit bagi klien.
·         Menilai apakah jasa yang diminta konsisten dengan peran seorang profesional.
Sumber :
Albantantie, 2013. Kode Etik Profesi Akuntansi. (http://albantantie.blogspot.com/2013/10/kode-etik-profesi-akuntansi.html).

Amalia Fika, 2012. Kode Etik Profesi Akuntansi. (https://fikaamalia.wordpress.com/2012/11/16/kode-etik-profesi-akuntansi/).

Feuh Rudi Irawanto, 2014. Etika Profesi Audit. (http://rudiirawantofeuh.blogspot.com/2014/04/etika-profesi-audit.html).

Riris Ariesta, 2012. Kode Etik Profesi Akuntansi. (http://ariesta-riris.blogspot.com/2012/11/kode-etik-profesi-akuntansi.html).

Satriaileh, 2013. Kode Etik Profesi Akuntansi.(http://satriaileh.blogspot.com/2013/04/kode-etik-profesi-akuntansi.html).

Selsella, 2011. American Institute of Certified Public Accountants AICPA. (http://selsella.wordpress.com/2011/12/05/american-institute-of-certified-public-accountants-aicpa/).

By: Esmin Fransiska Hutagaol 4EB25 Mahasiswi Universitas Gunadarma

Tugas 2. Etika Profesi Akuntansi



      I.            Cara profesi dan masyarakat mendorong Akuntan Publik berperilaku pada tingkat yang tinggi berdasarkan (B) Kewajiban Hukum
1.      Pengertian Akuntansi Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan telah mendapatkan izin usaha dari pihak yang berwenang.
Mengingat pengguna jasa profesi Akuntan Publik / KAP tidak hanya klien (pemberi penugasan), namun juga pihak-pihak lain yang terkait, seperti pemegang saham, Pemerintah, investor, kreditor, Pajak, otoritas bursa, Bapepam-LK, publik (masyarakat umum) serta pemangku kepentingan (stake holder) lainnya, maka jasa profesi akuntan publik harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.
Akhir-akhir ini profesi akuntan publik sedang banyak mendapatkan sorotan. Oleh karena itu akuntan publik harus menjalankan tugasnya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang ditetapkan organisasi profesi serta mengikuti ketentuan / peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini publik sangat menuntut adanya integritas dan profesionalisme para Akuntan Publik dan KAP. Awal abad 21 yang lalu kita dikejutkan adanya Enron gate yang menghebohkan kalangan dunia usaha. Skandal di Enron tersebut terjadi karena timbul praktik persekongkolan (kolusi) yang melibatkan profesi akuntan publik, auditor internal dan manajemen.
Berkaca dari skandal Enron tersebut, hendaknya kita dapat mengambil hikmah (pembelajaran), bahwa profesi akuntan publik ternyata rawan dari malpraktik yang sangat bertentangan dengan kode etik profesi. Oleh karena itu, saat ini sangat mendesak untuk ditetapkannya Undang-Undang yang mengatur Akuntan Publik, sehingga terdapat kepastian hukum atas jasa profesi akuntan publik serta masyarakat (publik) terlindungi dari tindakan malpraktik yang dapat merugikan berbagai pihak.
2.      Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Kode etik adalah sistemnorma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
a.       Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
b.      Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
c.       Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
3.      Kewajiban Akuntan Publik
Terdapat 5 (lima) kewajiban Akuntan Publik dan KAP yaitu,
a.       Bebas dari kecurangan (fraud),ketidakjujuran dan kelalaian serta menggunakan kemahiran jabatannya (due professional care) dalam menjalankan tugas profesinya.
b.      Menjaga kerahasiaan informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan memberikan informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran rahasia data / informasi klien kepada pihak ketiga secara sepihak merupakan tindakan tercela.
c.       Menjalankan PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), terutama SPM Seksi 100 tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik (SPM-KAP).
d.      Mempunyai staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki pengalaman yang cukup. Para auditor tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan (Continuing Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business process). Dalam rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi mensyaratkan pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode waktu tertentu. Hal ini menjadi penting, karena auditor harus senantiasa mengikuti perkembangan bisnis dan profesi audit secara terus menerus.
e.       Memiliki Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan baik. KKA tersebut merupakan perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah dilakukan oleh auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung (supporting) dari temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan audit (audit report). KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian suatu kasus di sidang pengadilan.

Akuntan Publik dilarang melakukan 3 (tiga) hal yaitu           :
a.       Dilarang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit) untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik dengan klien yang merugikan pihak lain.
b.      Apabila Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap pemberi penugasan (klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
c.       Akuntan Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak diperbolehkan oleh ketentuan perundang-undangan / organisasi profesi seperti sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya, kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris atau komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan usaha konsultansi manajemen.

Sedangkan KAP harus menjauhi 4 (empat) larangan yaitu  :
a.       Memberikan jasa kepada suatu pihak, apabila KAP tidak dapat bertindak independen.
b.      Memberikan jasa audit umum (general audit) atas laporan keuangan untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 5 (lima) tahun.
c.       Memberikan jasa yang tidak berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan manajemen.
d.      Mempekerjakan atau menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang menolak atau tidak bersedia memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan terhadap Akuntan Publik dan KAP.

Tindakan melawan Hukum
Setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran Akuntan Publik dan KAP dalam memberikan jasanya, dapat menuntut ganti rugi secara perdata kepada Akuntan Publik maupun KAP. Selain perdata, Akuntan Publik dan KAP juga dapat dituntut dalam pelanggaran pidana, yaitu:
a.       Memberikan pernyataan yang tidak benar, dan atau dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan dan atau memperbarui izin akuntan publik.
b.      Melakukan kecurangan (fraud), ketidakjujuran, atau kelalaian dalam memberikan jasanya baik untuk kepentingan/ keuntungan Akuntan Publik, klien, ataupun pihak lain atau mengakibatkan kerugian pihak lain.
c.       Menghancurkan dan atau menghilangkan kertas kerja dan atau dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasanya untuk kepentingan/keuntungan KAP, klien, ataupun pihak lain, atau mengakibatkan kerugian pihak lain.
Apabila Akuntan Publik atau KAP melanggar Standar Auditing (SA) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam audit terhadap Laporan Keuangan suatu perusahaan (klien), maka Pemerintah dapat mencabut izin praktik KAP tersebut melalui Keputusan Menteri Keuangan. Selama masa pembekuan izin, KAP tersebut dilarang memberikan jasa akuntan, yang meliputi jasa audit umum atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif dan jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma. Selain itu, yang bersangkutan juga dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban hukum auditor kepada klien adalah mencegah penipuan dan/atau pelanggaran kontrak yang bisa mempengaruhi hasil-hasil pekerjaan. Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit serta risiko audit.
Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
a.       Kegagalan bisnis
Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.
b.      Kegagalan audit
Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang berlaku umum.
c.       Risiko Audit
Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak.
Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut.
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan Arens,1999,h.786):
a.       Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan public.
b.      Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor.
c.       Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb.
d.      Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.
Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.
Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik.
Standar ketelitian yang sering disebut konsep kehati-hatian (prudent person) menjelaskan bahwa auditor hanya menjamin itikad baik dan integritas dan bertanggung jawab atas kecerobohan , itikad buruk atau ketidak jujuran dan auditor terbebas dari kerugian akibat kekeliruan dalam pertimbangan.Bidang kewajiban hukum auditor dapat digolongkan sebagai berikut :
1)      Kewajiban kepada klien
Kewajiban terhadap klien timbul karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemukan kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan publik.
Apabila terdapat tuntutan auditor dapat mengajukan pembelaan yaitu :
a.       Tidak adanya kewajiban melaksanakan pelayanan, dalam hal ini tidak dinyatakan dalam surat penugasan/kontrak.
b.      Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan kerja , mengklaim bahwa auditor telah mengikuti GAAS.
c.       Kelalaian kontribusi, dalam hal ini menjamin jika klien melakukan kewajiban/tindakan tertentu ,tidak akan terjadi kerugian.
d.      Ketiadaan hubungan timbal balik, antara pelanggaran auditor terhadap standar kesungguhan  dengan kerugian yang dialami klien .
2)      Kewajiban terhadap pihak ketiga menurut Common Law
Pihak ketiga yang terdiri dari pemegang saham, calon pemegang saham, pemasok, bankir dan kreditor lain, karyawan, dan pelanggan. Konsep kewajiban tersebut antara lain sebagai berikut :
a.       Doktrin ultramares, Kewajiban dapat timbul jika pihak ketiga primary beneficiary atau orang yang harus diberikan informasi audit.
b.      Pemakai yang dapat diketahui sebelumnya, orang yang mengandalkan keputusannya pada laporan keuangan.
c.       Foreseeable user’s, pemakai yang dapat diketahui lebih dahulu mempunyai hak yang sama dengan pemakai laporan keuangan yang mepunyai hubungan kontrak .
3)      Kewajiban perdata menurut hukum sekuritas federal
a.       Securities Act tahun 1933, persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan efek-efek baru. Peraturan membolehkan pihak ketiga menggugat auditor jika laporannya menyesatakan dan tidak mempunyai beban pembuktian hal tersebut, sementara auditor dapat membela jika audit telah memadai dan pemakai laporan tidak menderita kerugian .
b.      Securities Exchange Act tahun 1934, persyaratan penyampaian laporan tahunan setiap perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa.   Akibat tuntutan ini SEC dapat mencabut ijin praktek dari KAP yang yang melakukan kesalahan.
c.       Racketeer Influenced and Corrupt Organization Act 1970, peraturan ini ditujukan untuk kriminalitas tetapi auditor sering dituntut berdasarkan peraturan ini .
d.      Foreign Corrupt Practice Act tahun 1977, larangan pemberian uang suap kepada pejabat  di luar negeri untuk mendapatkan pengaruh dan mempertahankan hubungan usaha
4)      Kewajiban kriminal
Beberapa undang-undang seperti Uniform Securities Acts, Securuties Acts 1933 dan 1934, Federal Mail Fraud Statute dan Federal False Statement Statute menyebutkan bahwa menipu orang lain dengan sadar terlibat dalam laporan keuangan yang palsu adalah perbuatan kriminil .
5)      Tanggung Jawab Kerahasiaan
Beberapa tuntutan yang terjadi menuntut perlunya profesi auditing untuk meneliti peraturan perilaku yang menyangkut kerahasiaan dan mencoba memperjelas persyaratan - persyaratan yang konsisten dengan common law .
6)      Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut :
a.       Riset dalam auditing.
b.      Penetapan standar dan aturan.
c.       Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
d.      Menetapka persyaratan penelaahan sejawat .
e.       Melawan tuntutan hukum
f.       Pendidikan bagi pemakai laporan
g.      Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
h.      Perundingan untuk perubahan hukum .
7)      Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum
 Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
a.       Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
b.      Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi  dengan pantas
c.       Mengikuti standar profesi
d.      Mempertahankan independensi
e.       Memahami usaha klien
f.       Melaksanakan audit yang bermutu
g.      Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
h.      Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
i.        Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
j.        Perlunya asuransi yang memadai; dan
k.      Mencari bantuan hukum

Sumber           :
Arens, 2010/2011.Etika Profesi Auditing,Bab III-IV.Hal 787.

Boynton, C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing, buku satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit Erlangga, Jakarta.



BY      : Esmin Fransiska Hutagaol 4EB25 Mahasiswi Universitas Gunadarma