BAB I.
PENDAHULUAN
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia
dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan
Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan
tugasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter,
Direksi, dan Dewan Penasehat. Di tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter
ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah sempat
dilebur ke dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia
berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu, Bank
Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah
dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah
dengan bantuan Dewan Moneter. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi
dipimpin oleh Dewan Moneter. Setelah orde baru berlalu, Bank Indonesia dapat
mencapai independensinya melalui UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang
kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki
kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang
independen dan bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lain.
Namun, dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten,
dan transparan, Bank Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum
pemerintah di bidang perekonomian.
Setelah
berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum
ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat
buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang
moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor
dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan
negara terus meningkat, terutama untuk membiayai proyek politik pemerintah.
Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan
moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah
memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi
yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan
moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi perekonomian,
lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur
perekonomian Indonesia.
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis
ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem
pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan.
Berbagai langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa
program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI)
pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian
semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi.
Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia
dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang
ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang tersebut, Bank
Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai
landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar
negeri berhasil dijadwalkan kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui
Post Program Monitoring (PPM) pada 2004.
BAB II
ISI
A.
SEJARAH BANK INDONESIA
Pada
1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank
sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Tahun 1953,
Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk
menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas
utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank
Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan
melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya. Pada
tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan
tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang
melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank
Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna
meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun
1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU
No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank
Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance.
Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas
sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan
nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan
terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
B.
SISTEM PEMBAYARAN
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi
menjadi dua, yaitu sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam Undang-Undang
(UU) No. 11/1953 ditetapkan bahwa Bank Indonesia (BI) hanya mengeluarkan uang
kertas dengan nilai lima rupiah ke atas, sedangkan pemerintah berwenang
mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah.
Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun
1952 dalam tujuh pecahan. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 13/1968, BI mempunyai
hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat
pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi
menerbitkan uang kertas dan uang logam. Uang logam pertama yang dikeluarkan
oleh BI adalah emisi tahun 1970. Pada era 1990-an, BI mengeluarkan uang dalam
pecahan besar, yaitu Rp 20.000 (1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999).
Hal itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan
perkembangan ekonomi yang tengah berlangsung saat itu.
Sementara itu, dalam bidang pembayaran
non tunai, BI telah memulai langkahnya dengan menetapkan diri sebagai kantor
perhitungan sentral menjelang akhir tahun 1954. Sebagai bank sentral, sejak
awal BI telah berupaya keras dalam pengawasan dan penyehatan sistem pembayaran
giral. BI juga terus berusaha untuk menyempurnakan berbagai sistem pembayaran
giral dalam negeri dan luar negeri. Pada periode 1980 sampai dengan 1990-an,
pertumbuhan ekonomi semakin membaik dan volume transaksi pembayaran non tunai
juga semakin meningkat. Oleh karena itu, BI mulai menggunakan sistem yang lebih
efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi pembayaran non tunai. Berbagai
sistem seperti Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dengan basis personal computer
dan Sistem Transfer Dana Antar Kantor Terotomasi dan Terintegrasi (SAKTI)
dengan sistem paperless transaction terus dikembangkan dan disempurnakan.
Akhirnya, BI berhasil menciptakan berbagai perangkat sistem elektronik seperti
BI-LINE, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Real Time Gross Settlement (RTGS),
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), kliring warkat antar wilayah kerja
(intercity clearing), dan Scriptless Securities Settlement System (S4) yang
semakin mempermudah pelaksanaan pembayaran non tunai di Indonesia.
C. STATUS DAN KEDUDUKAN BANK
INDONESIA
1. Lembaga
Negara yang Independen
Babak
baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru,
yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17
Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu
lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi
penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak
dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga
berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari
pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.
2. Sebagai
Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik
sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan
undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan
peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang
mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai
badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri
di dalam maupun di luar pengadilan.
D. TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
Dalam
kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama
tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara
aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang
negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran
yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat
diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank
Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar
tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara
efektif dan efisien.
E. AKUNTABILITAS
Undang-Undang Bank Indonesia
No. 23/1999 menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi dalam setiap
pelaksanaan tugas, wewenang dan anggaran Bank Indonesia. Akuntabilitas dan
transparansi yang dituntut dari Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar semua
pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap
langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Dari segi pelaksanaan
tugas dan wewenang, prinsip akutabilitas dan transparansi diterapkan dengan
cara menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media
massa, pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter
pada tahun sebelumnya, serta rencan kebijakan moneter dan penetapan
sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga
disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR.
Sejalan
dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR, Bank Indonesia juga diwajibkan
untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya
kepada DPR setiap triwulan atau sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Demi
tercapainya transparansi di bidang anggaran, Bank Indonesia berkewajiban
menyampaikan anggaran tahunannya kepada DPR. Disamping itu, Laporan Keuangan
Tahunan Bank Indonesia juga disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
untuk diteliti dan diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
Bank
Indonesia juga diwajibkan menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia. Masih merupakan bagian dari transparansi,
Bank Indonesia secara berkala menerbitkan berbagai publikasi seperti Laporan
Mingguan, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan
Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, Laporan
Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter, dan Laporan Tahunan.
F. KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar
dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa
Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen
karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI
berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI
mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah
dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal
tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan
kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada
DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila
diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran
tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib
menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
·
Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan
Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan
dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan
surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak
sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank
Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri
untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan
tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian
moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit
spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan
undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
·
Hubungan BI dengan Pemerintah :
Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia
merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang
bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi
nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank
Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah
ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank
Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank
Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga
dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah
mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan
tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga
dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi
tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat
dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank
Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di
lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang
masing-masing.
·
Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan
dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan
berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya.
Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan
bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi
dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum
yang lebih efektif.
G. HUBUNGAN KERJASAMA
INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA
BI
menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam
rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah
yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin
kerjasama internasional meliputi bidang-bidang :
- Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
- Penyelesaian transaksi lintas negara
- Hubungan koresponden
- Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku bank sentral
- Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Keanggotaan Bank Indonesia di
beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri
antara lain :
- The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
- The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
- The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
- ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
- Bank for International Settlement (BIS)
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili
pemerintah Republik Indonesia antara lain :
- Association of South East Asian Nations (ASEAN)
- ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
- Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
- Manila Framework Group (MFG)
- Asia-Europe Meeting (ASEM)
- Islamic Development Bank (IDB)
- International Monetary Fund (IMF)
- World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and Development(IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
- World Trade Organization (WTO)
- Intergovernmental Group of 20 (G20)
- Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
- Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer
H. KURS BANK
INDONESIA
Mata Uang
|
Nilai
|
Kurs Jual
|
Kurs Beli
|
AUD
|
1.00
|
9,585.12
|
9,487.81
|
BND
|
1.00
|
7,434.60
|
7,359.95
|
CAD
|
1.00
|
9,370.94
|
9,276.66
|
CHF
|
1.00
|
10,143.88
|
10,039.53
|
CNY
|
1.00
|
1,471.01
|
1,456.35
|
DKK
|
1.00
|
1,638.31
|
1,621.85
|
EUR
|
1.00
|
12,187.83
|
12,064.59
|
GBP
|
1.00
|
14,944.77
|
14,793.16
|
HKD
|
1.00
|
1,190.45
|
1,178.44
|
JPY
|
100.00
|
11,415.15
|
11,297.26
|
KRW
|
1.00
|
8.14
|
8.06
|
MYR
|
1.00
|
3,029.69
|
2,996.56
|
NOK
|
1.00
|
1,606.71
|
1,589.68
|
NZD
|
1.00
|
7,516.26
|
7,435.90
|
PGK
|
1.00
|
4,747.30
|
4,334.26
|
PHP
|
1.00
|
217.68
|
215.36
|
SEK
|
1.00
|
1,373.36
|
1,357.72
|
SGD
|
1.00
|
7,434.60
|
7,359.95
|
THB
|
1.00
|
299.29
|
295.92
|
USD
|
1.00
|
9,236.00
|
9,144.00
|
Mata Uang
|
Nilai
|
Kurs Jual
|
Kurs Beli
|
AUD
|
1.00
|
10,056.28
|
9,016.74
|
BND
|
1.00
|
7,800.05
|
6,994.53
|
CAD
|
1.00
|
9,831.57
|
8,816.07
|
CHF
|
1.00
|
10,642.50
|
9,541.06
|
DKK
|
1.00
|
1,718.85
|
1,541.33
|
EUR
|
1.00
|
12,786.92
|
11,465.59
|
GBP
|
1.00
|
15,679.39
|
14,058.68
|
HKD
|
1.00
|
1,248.97
|
1,119.93
|
JPY
|
100.00
|
11,976.27
|
10,736.35
|
NOK
|
1.00
|
1,685.69
|
1,510.75
|
NZD
|
1.00
|
7,885.72
|
7,066.71
|
PGK
|
1.00
|
4,980.66
|
4,119.06
|
SEK
|
1.00
|
1,440.87
|
1,290.31
|
SGD
|
1.00
|
7,800.05
|
6,994.53
|
THB
|
1.00
|
314.00
|
281.23
|
USD
|
1.00
|
9,690.00
|
8,690.00
|
I. GUBERNUR BANK INDONESIA DARI MASA KE MASA
- 2010-sekarang Darmin Nasution
- 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
- 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
- 2008-2009 Boediono
- 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
- 1998-2003 Syahril Sabirin
- 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
- 1988-1993 Adrianus Mooy
- 1983-1988 Arifin Siregar
- 1973-1983 Rachmat Saleh
- 1966-1973 Radius Prawiro
- 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
- 1960-1963 Mr. Soemarno
- 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
- 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
- 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
BAB III.
KESIMPULAN
Bank
Indonesia memiliki peranan penting dalam mengatur kebijakan moneter di
Indonesia. Di
bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak
langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara
berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung
dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank. Dalam hubungan kerja sama dengan lembaga perbankan
negara, bank Indonesia juga melakukan tugasnya untuk menjaga stabilitas
keuangan negara. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia
dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Dalam
rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha
tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi
terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Dalam
pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan
perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
DAFTAR
PUSTAKA