KATA PENGANTAR
Pertama-tama
saya panjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat-Nyalah saya dapat
menyelesaikan karya tulis ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tujuan
penulisan ini adalah untuk menambah wawasan saya,demikian juga pembaca tentang Aspek Hukum dalam Ekonomi
yang saya rangkuman dalam karya
tulis ini.
Penulis
berusaha keras agar pembuatan tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi salah satu sumber
referensi bacaan yang bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir
kata, perkenankan penulis mengutip pepatah lama yang berbunyi “Tiada gading
yang tak retak”. Penulis hanya manusia biasa yang menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan untuk itu penulis mohon maaf atas
segala kekurangan yang ada. Penulis selalu terbuka untuk seobyektif mungkin
terhadap segala kritik serta saran yang membangun guna perbaikan tugas ini.
Bekasi, April
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A.
BAB
I PENGERTIAN HUKUM & HUKUM EKONOMI 2
a. Pengertian
Hukum 2
b. Tujuan
Hukum & Sumber-Sumber Hukum 6
c. Kodifikasi
Hukum 6
d. Macam-macam
Pembagian Hukum 7
e. Kaidah
Hukum/Norma Hukum 8
f. Pengertian
Ekonomi & Hukum Ekonomi 9
B.
BAB
II SUBYEK & OBYEK HUKUM 10
a. Pengertian
Subyek Hukum 10
b. Pengertian
Obyek Hukum 11
c.
Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai
Pelunasan Hutang (Hak Jaminan) 13
C. BAB III HUKUM PERDATA 19
a.
Sejarah
Singkat Hukum Perdata yang Berlaku Di Indonesia 19
b.
Pengertian
& Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia 20
c.
Keadaan
Hukum Perdata Dewasa Di Indonesia 20
d.
Sistematika
Hukum Perdata 22
D. BAB IV HUKUM PERIKATAN 24
a.
Pengertian
Hukum Perikatan 24
b.
Dasar
Hukum Perikatan 24
c.
Azas-azas
dalam hukum perikatan 25
d.
Wanprestasi
dan akibat-akibatnya dalam Hukum Perikatan 26
e.
Hapusnya
Perikatan 26
E. BAB V HUKUM PERJANJIAN 28
a.
Pengertian
Hukum Perjanjian 28
b.
Standar
Kontrak 28
c.
Macam-macam
Perjanjian 29
d.
Syarat
sahnya Perjanjian 30
e.
Saat
Lahirnya Perjanjian 31
f.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian 33
F. BAB VI & VII HUKUM DAGANG (KUHP) 34
a.
Pengertian
Hukum Dagang 34
b.
Sejarah
Hukum Dagang 34
c.
Hubungan
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang 35
d.
Berlakunya
Hukum Dagang 35
e.
Hubungan
Pengusaha dan Pembantunya 36
f.
Pengusaha
dan Kewajibannya 36
g.
Bentuk-bentuk
Badan Usaha 36
G. BAB IX WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN 38
a.
Dasar
Hukum Wajib Daftar Perusahaan 38
b.
Ketentuan
Wajib Daftar Perusahaan 38
c.
Tujuan
& Sifat Wajib Daftar Perusahaan 38
d.
Kewajiban
Pendaftaran 39
e.
Cara
& Tempat Serta Waktu Pendaftaran 39
f. Hal-hal yang Wajib Didaftarkan 40
H.
BAB XI HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL(HAKI) 42
a. Pengertian
HAKI 42
b. Prinsip-Prinsip
Hak Kekayaan intelektual 42
c. Klasifikasi
Hak Kekayaan Intelektual 43
d. Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia 43
e. Hak
Cipta 43
f. Hak
Paten 44
g. Hak
Merk 44
h. Desain
Industri 45
i.
Rahasia Dagang 45
I.
BAB
XII PERLINDUNGAN KONSUMEN 46
a. Pengertian
Konsumen 46
b. Azas
dan Tujuan 46
c. Hak
dan Kewajiban Konsumen 47
d. Hak
dan Kewajiban Pelaku Konsumen 48
e. Perbuatan
yang dilarang bagi Pelaku Usaha 49
f. Klausula
Baku dalam Perjanjian 49
g. Tanggung
Jawab Pelaku Usaha 50
h. Sanksi 50
J.
BAB
XIII ANTI MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 51
a. Pengertian 51
b. Azas
& Tujuan 51
c. Kegiatan
yang Dilarang 51
d. Perjanjian
yang Dilarang 54
e. Hal-hal
yang Dikecualikan UU Anti Monopoli 56
f. Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) 57
g. Sanksi 57
K.
BAB
XIV PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI 59
a. Pengertian
Sengketa 59
b. Cara-cara
Penyelesaian Sengketa 60
c. Negoisasi 62
d. Mediasi 64
e. Arbitrase 66
f. Perbandingan
antara Perundingan,Arbitrase,dan Ligitasi 70
BAB
III PENUTUP 72
A. Kesimpulan 72
B. Saran 72
DAFTAR
PUSTAKA v
BAB I
PENDAHULUAN
Aspek Hukum bisnis berlaku di dunia dan
regional. Pelaksanaan Aspek Hukum bisnis baik itu regional, sektoral maupun
internasional mempunyai beberapa persamaan yang pada umumnya merupakan suatu
dasar dari pengertian hukum itu sendiri. Hukum menurut J.C.T. Simorangkir, SH
dan Woerjono Sastropranoto, SH. Adalah “Peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang wajib, pelanggaran mana terhadap peraturan –
peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman
tertentu”. Randy E. Barnet dan Lawrence M, Fredman dalam bukunya American Law
memberikan suatu dasar dalam Pelaksanaan Aspek Hukum.
Upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan
rakyat yang dilakukan Negara pada sisi yang lain berhadapan dengan tuntutan
globalisasi. Keadaan tersebut membawa pergeseran paradigma di bidang
perdagangan dan investasi daristate led development menuju market
driven development, yang pada gilirannya membawa perubahan pada aktivitas
business, prilaku para pelaku business, dan munculnya institusi-institusi
business baru.
Para pelaku business baik lokal maupun
asing menjadi pihak yang mempunyai kepentingan akan adanya kenyamanan,
kelancaran, kepastian, efesisien dan efektif dalam melakukan investasi di
tengah hiruk pikuk munculnya berbagai regulasi dan institusi-institusi
investasi/bisnis baru . Menjadi pilihan terbaik bagi para pelaku bisnis apabila
kepentingan mereka dalam melakukan investasi terlindungi.
Aspek hukum merupakan hal yang urgen dalam
kegiatan bisnis. Dengan memperhatikan aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis
problem / sengketa bisnis yang rumit dan berlarut-larut akan dapat dihindari,
diminimalisir serta diselesaikan apabila sejak dini aspek hukum telah
memperoleh perhatian. Jika aspek hukum dikesampingkan niscaya biaya atau risiko
yang harus dikeluarkan sehubungan dengan penyelesaian masalah sengketa bisnis
yang mungkin timbul akan jauh sangat besar dan mahal.
Perhatian yang memadai terhadap aspek
hukum saat pengambilan keputusan Bisnis akan banyak membawa manfaat dalam
menyikapi, menyiasati, atau mengendalikan setiap keadaan, sehingga kemungkinan
munculnya permasalahan, risiko atau kerugian dikemudian hari dapat dihindari
atau diperkecil.
BAB II
PEMBAHASAN
(PENGERTIAN
HUKUM & HUKUM EKONOMI)
A. Pengertian Hukum
Hukum sulit didefinisikan karena sifatnya
ABSTRAK selain itu cakupan dari hukum sangat luas mencakup berbagai aspek
kehidupan. Beberapa definisi ahli hukum mengenai
hukum adalah sebagai berikut :
1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem
peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya
mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang
berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang
mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang
bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi
bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa
atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib
masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat
dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar
peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari
orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa
yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak
mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan,
adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.:
hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht,
menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh
seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau
penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata,
S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah
laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C.
Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman.
14. Soerojo
Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang
bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam
kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono
Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam
arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2)
hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti
sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan
nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti
ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono Soekanto,
S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan
masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a.
Hukum
sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis
atas dasar kekuatan pemikiran.
b.
Hukum
sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau
gejala-gejala yang dihadapi.
c.
Hukum
sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang
pantas atau diharapkan.
d.
Hukum
sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum
yang berlaku pada suatu waktu.
e.
Hukum
sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan
erat dengan penegakan hukum.
f.
Hukum
sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut
keputusan penguasa.
g.
Hukum
sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara
unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
h.
Hukum
sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan
yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian.
i.
Hukum
sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi
abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.: dilihat
dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi
arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:
a.
Hukum
sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b.
Hukum
sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik
hukum).
c.
Hukum
sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana
d.
Hukum
sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e.
Hukum
sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia)
f.
Hukum
sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g.
Hukum
sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu
Instansi atau lembaga negara.
h.
Hukum
sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i.
Hukum
sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan
pelaksana hukum.
j.
Hukum
sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka
masyarakat.
k.
Hukum
sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l.
Hukum
sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli
karikatur.
Jadi pengertian Hukum Secara Umum Hukum adalah
keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan
hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian
atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu
tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Dengan memberikan
suatu pengertian tentang hukum dapat menimbulkan kesan yang keliru terutama
sekali bagi seorang yang baru belajar ilmu hukum, sehingga pada saat perkenalan
pertama dengan hukum telah timbul suatu kesalah pahaman, sebab ide atau
gambaran tentang hukum tidak sama dengan kenyataan yang diharapkan. Dengan kata
lain, hukum yang seharusnya berlaku tidak sama dengan hukum yang senyatanya
berlaku. Selain itu pendapat para ahli hukum mengenai pengertian hukum
selalu berbeda-beda. Adanya perbedaan ini dapat kita pahami karena hukum itu
mempunyai banyak segi dan bermacam-macam masalah sehingga tidak mungkin
tercakup dalam suatu pengertian yang memuaskan. Lingkup laku berlakunya Hukum menurut J.H.A.
LOGEMANN yaitu :
a.
LINGKUP LAKU PRIBADI (PERSONENGEBIED)
Mempunyai kaitan
erat dengan siapa (pribadi
kodrati) atau apa (peran
pribadi hukum ) yang oleh kaedah hukum dibatasi.
b.
LINGKUP LAKU MENURUT WAKTU (TIJDSGEBIED)
Menunjukkan
waktu kapan suatu
peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.
Pada pokoknya hukum itu adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yakni peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukum tertentu.
B. Tujuan Hukum & Sumber-Sumber Hukum
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang
pada pokoknya mendatangkan kemakmuran dan kebahagian pada rakyatnya. Menurut
pendapat para ahli:
ü Dr.Wirjono Prodjodikoro,SH
Dalam bukunya "perbuatan melanggar hukum" mengemukakan bahwa
tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib
masyarakat.
ü Prof.Subekti, SH
Keadilan berasal dari Tuhan YME dan setiap orang diberi kemampuan,
kecakapan untuk meraba dan merasakan keadilan itu. dan segala apa yang ada
didunia sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia. Dengan
deikian huum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan
yang berkaitan satu sama lain akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan
antara tuntutan keadilan disebut dengan " ketertiban" atau
"kepuasan hukum"
Sumber hukum materil =>ditinjau dari
berbagai sudut (ex: ekonomi, sejarah,sosiologi, dsb) sumber hukum formal adalah
sebagai berikut :
a.
Undang-undang
b.
Kebiasaan
c.
Keputusan
hakim (yurisprudensi)
d.
Perjanjian
internasional (traktat)
e.
Pendapat
para sarjana hukum (doktrin)
C. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap unsur-unsurnya adalah:
a.
Jenis-jenis
hukum tertentu
b.
Sistematis
c.
Lengkap
Tujuannya dari Kodifikasi Hukum adalah
sebagai berikut :
a.
Kepastian
hukum
b.
Penyerdehanaan
hukum
c.
Kesatuan
hukum
D. Macam-macam Pembagian Hukum
1.
Menurut
sumbernya :
a.
Hukum
undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b.
Hukum
adat, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
c.
Hukum
traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara suatu dalam perjanjian
Negara.
d.
Hukum
jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan hakim.
e.
Hukum
doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari pendapat seseorang atau beberapa orang
sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum.
2.
Menurut
bentuknya :
a.
Hukum
tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai perundangan
b.
Hukum
tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan
masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu
peraturan perundangan.
3.
Menurut
tempat berlakunya :
a.
Hukum
nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
b.
Hukum
internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum dalam dunia
internasional.
4.
Menurut
waktu berlakunya :
a.
Ius
constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b.
Ius
constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang.
c.
Hukum
asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan
untuk segala bangsa di dunia.
5.
Menurut
cara mempertahankannya :
a.
Hukum
material, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan
hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan.
b.
Hukum
formal, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara
melaksanakan hukum material
6.
Menurut
sifatnya :
a.
Hukum
yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan
mutlak.
b.
Hukum
yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
7.
Menurut
wujudnya :
a.
Hukum
obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.
b.
Hukum
subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku pada orang
tertentu atau lebih. Disebut juga hak.
8.
Menurut
isinya :
a.
Hukum
privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang
lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
b.
Hukum
publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat
kelengkapannya ata hubungan antara Negara dengan warganegara.
E. Kaidah Hukum/Norma Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat
secara resmi oleh penguasa negara, mengikat setiap orang, berlakunya dapat
dipaksakan oleh negara (ditunjukan sikap lahir / perbuatan nyata). Hukum
sebagai kaidah adalah sebagai pedoman, patokan sikap perlakuan yang pantas
sifat kaidah hukum :
(1) inperatif (2) fakultatif
Bentuknya :
(1) tertulis (2) tidak tertulis
Norma adalah petunjuk hidup/ petunjuk
bagaimana kita berbuat ,bertingkah laku dalam masyarakat (berisi perintah dan
larangan) agar dapat hidup tentram dan damai. Ada 4 macam norma yaitu :
a.
Norma
agama
b.
Norma
kesusilaan
c.
Norma
kesopanan
d.
Norma
hukum
Kontrol terhadap Norma Hukum antara lain :
a.
Kontrol
melalui pengawasan / pengendalian politik/ legislative review
b.
Kontrol
melalui peradilan administrasi / executive review
c.
Kontrol
terhadap norma hukum /judicial review
d.
Terpusat
& terdesentralisasi (tidak terpusat)
F. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Kata"ekonomi" berasal dari dari kata yunani
"oikos" yang bearti keluarga rumah tangga;
"nomos" yang bearti peraturan, aturan,hukum. Ilmu yang mempelajari
prilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran;adanya ketidak
keseimbangan antara kebutuhan manusia yang terbatas dengan alat pemuas kebutuhan
yang jumlahnya terbatas sehingga akan menimbulkan kelangkaan,
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab
akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Hukum
ekonomi terbagi menjadi 2 yaitu:
a.
Hukum
ekonomi Pembangunan : seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
peningkatan dan pengembangan kehidupan manusia (ex: hukum perusahaan, hukum
penanaman modal).
b.
Hukum
ekonomi sosial : seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata sesuai dengan hak
asasi manusia (ex: hukum perburuhan,hukum perumahan)
Ruang lingup hukum ekonomi tidak dapat
diaplikasikan sebagai satu bagian dari salah satu cabang ilmu hukum melainkan
merupakan kajian secara interdisipliner dan multidemensional. atas dasar itu
hukum ekonomi tersebar dalam berbagai peraturan undang-undang yang bersumber
pada Pancasila dan UUD 45.
SUBYEK & OBYEK HUKUM
A. Pengertian
Subyek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki,
memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum. Subyek
hukum terdiri dari dua jenis yaitu manusia biasa dan badan hukum.
a.
Manusia
Biasa
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum
telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang
berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati
hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak
kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke
persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum
kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum
telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai
berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah
orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum
berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian adalah :
·
Orang-orang
yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
·
Orang
ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena
gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
·
Orang
wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
b.
Badan
Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan
badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh
hukum.Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan
perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa
hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat
melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali
terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat
bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.Misalnya suatu perkumpulan
dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
ü Didirikan dengan akta notaris.
ü Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan
Negara setempat.
ü Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD)
kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana
pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
ü Diumumkan dalam berita Negara Republik
Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu
:
a.
Badan
Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut
kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.Dengan demikian badan
hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan
perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif
(Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara
Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan
Perusahaan Negara.
b.
Badan
Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang
menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.Dengan demikian
badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk
tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas,
koperasi, yayasan, badan amal.
B. Pengertian Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata,
yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau
segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek
hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Jenis Obyek Hukum
adalah Benda.Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa
benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen),
dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
a. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda
yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri
dari benda berubah / berwujud, meliputi : Benda bergerak / tidak tetap, berupa
benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.Dibedakan
menjadi sebagai berikut :
ü Benda bergerak
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda
yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri
contohnya ternak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH
Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik)
atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan
saham-saham perseroan terbatas.
ü Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang
melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai
dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya
dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak
atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda
yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan
demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya
karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal
benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata,
yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar)
dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian
halnya.
2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni
terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by
hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak
dilakukan balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk
benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di
sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan
untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4. Pembebanan (Bezwaring).
Pembebanan (Bezwaring) yakni
tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia)
sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk
tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
b.
Benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu
benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian
dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten,
dan ciptaan musik / lagu.
C. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai
Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
a.
Pengertian
Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang
(hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika
debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).Dengan
demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan
perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni
perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak
diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam
harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan
bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
a.
Jaminan
Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada
pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.Dalam pasal 1131 KUH Perdata
dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada
baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan
hutang yang dibuatnya.Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta
kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing
kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk
didahulukan.Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum
apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
·
Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
·
Benda
tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
b.
Jaminan
Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak
khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan
fidusia.
c.
Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai
adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan
kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu
hutang.Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan
pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya
terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan
untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan. Sifat-sifat Gadai
yakni :
·
Gadai
adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
·
Gadai
bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian
pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar
hutangnya kembali.
·
Adanya
sifat kebendaan.
Syarat inbezitz telling,
artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai
diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
·
Hak
untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
·
Hak
preferensi (hak untuk di dahulukan).
Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya
sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari
hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya. Obyek gadai
adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda
bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa
berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat
piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan
atas nama (op naam) serta hak paten.
Hasil penjualan diambil sebagian untuk
pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan
barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku. Pemegang gadai
berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk
menyelamatkan benda gadai . Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda
gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah
hutang dan bunga).
Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak
untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain. Hak untuk menjual benda
gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang
gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang
dan biaya serta bunga. Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
d.
Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah
suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari
padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis). Sifat-sifat
hipotik yakni :
·
Bersifat accesoir yakni
seperti halnya dengan gadai.
·
Mempunyai
sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik
senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut
berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang
yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH
perdata. Obyek hipotik yakni Obyeknya benda-benda tetap. Sebelum dikeluarkan
undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak
termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang
hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undang-undang HT maka obyek
hipotik hanya meliputi hal berikut :
·
Kapal
laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal 314
ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran
sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah
benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan
pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang,
gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri
terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
·
Namun
undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan
kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung,
sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan
minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal
menurut ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang
tersendiri.
·
Kapal
terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang
penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda
tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter
dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.
e.
Hak
Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan
(UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut
benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain. Dengan demikian UUTH memberikan
kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut :
·
Kreditur
yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .
·
Hak
tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau
selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).
·
Memenuhi
syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
·
Mudah
dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang
yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut :
ü Benda tersebut dapat bersifat ekonomis
(dapat dinilai dengan uang).
ü Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain.
ü Tanah yang akan dijadikan jaminan
ditunjukan oleh undang-undang.
Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam
daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997
tentang pendaftaran. Obyek hak tanggungan yakni :
ü Hak milik (HM).
ü Hak guna usaha ( HGU).
ü Rumah susun berikut tanah hak bersama
serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
ü Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat
dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.
f.
Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare
Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara
debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau
benda bergerak milik debitor kepada kreditur.Namun, benda tersebut masih
dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada
kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum
possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana
barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia
(kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan
di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka
penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor
secara kepercayaan sebagai jaminan utang.Fidusia merupakan suatu proses
pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang
diberikan dalam bentuk fidusia. Sifat jaminan fidusia yakni Obyek jaminan
fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak
bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
ü Benda tidak bergerak harus memenuhi
persyaratan antara lain :
ü Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan.
ü Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan
hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan
hak gadai.
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia
merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk
memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang
sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang
dijamun dengan Fidusia hapus.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang
harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta
jaminan fidusia.Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada
tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai
pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh
Kantor Pendaftaran Fidusia. Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia
hapus karena hal sebagai berikut :
ü Hapusnya utang yang dijamin dengan
fidusia.
ü Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh
debitor.
ü Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.
HUKUM PERDATA
A. Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata
yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata
Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum
Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum
kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai
hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat
jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang
mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun
1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan
peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut
“Code Napoleon”.Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di
Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de
Commerce”.Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811),
maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het
Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des
Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di
Belanda (Nederland).Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland
disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena
perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland)
dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan
terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah
produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama
dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang
produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas
koncordantie (azas Politik Hukum).Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH
Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK
(Wetboek van koophandle).
B. Pengertian & Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur
hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.Hukum Perdata dalam arti luas
meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan
dari Hukum Pidana.Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat
tertentu.Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil
yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang
artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
C. Keadaan Hukum Perdata Dewasa Di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat
dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari
keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1.
Faktor Ethnis disebabkan
keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini
terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
a.
Golongan
Eropa dan yang dipersamakan.
b.
Golongan
Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.
Golongan
Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum
yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163
I.S. diatas.Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
a.
Bagi
golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordansi.
b.
Bagi
golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat
mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana
sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat.
c.
Bagi
golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing,
dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab)
diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia
Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische
Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
a.
Hukum
Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi).
b.
Untuk
golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas Konkordansi).
c.
Untuk
golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan
lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
d.
Orang
Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di
bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan
diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan
baik secara umum maupun secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai
ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang
sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat. Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
a.
Perkawinan
bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
b.
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan denag
no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang
berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
a.
Undang-undang
Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
b.
Peraturan
Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c.
Ordonansi
Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
d.
Ordonansi
tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
D. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika
Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari
pemberlaku Undang-undang berisi:
Buku
1 : Berisi
mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum
kekeluargaan.
Buku
11 : Berisi tentang hal
benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku
111 : Berisi tentang hal perikatan.
Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antar orang-orang atau
pihak-pihak tetentu.
Buku
1V : Berisi tentang pembuktian
dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum /
Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum
rentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur tentang prihal
kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2.
Hukum
Kekeluargaan
3.
Mengatur
prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denagn
istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
4.
Hukum
Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
ü Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
ü Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah
merk, dinamakan hak mutlak saja.
5.
Hukum
Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal. Disamping
itu hukum warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
HUKUM PERIKATAN
A. Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan dalam pengertiannya
perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban.Macam-macam perikatan
:
1.
Perikatan
bersyarat
2.
Perikatan
yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3.
Perikatan
yang membolehkan memilih
4.
Perikatan
tanggung menanggung
5.
Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6.
Perikatan
tentang penetapan hukuman
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang
:
1.
Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.Azas-azas
dalam hukum perikatan
B. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP
perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1.
Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.
Perikatan
yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang
dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia.
Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen
toedoen).
a.
Perikatan
terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang
letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik
pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah
dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan
kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio
naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan
keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b.
Perikatan
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
c.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
C. Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur
dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas
konsensualisme.
1.
Asas
kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuat.Dengan demikian, cara ini dikatakan
system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak
diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan.
2.
Asas
konsensualisme
Adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para
pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
D. Wanprestasi dan akibat-akibatnya dalam Hukum Perikatan
Wanprestasi adalah tidak memenuhi
atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian
yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Ada empat kategori dari
wanprestasi, yaitu :
·
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
·
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
·
Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
·
Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman
atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu :
1.
Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
·
Biaya
adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak.
·
Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitor.
·
Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata.
3.
Peralihan
resiko
Peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.
E. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi
kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara
penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.
Pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
2.
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.
Pembaharuan
utang.
4.
Perjumpaan
utang atau kompensasi.
5.
Percampuran
utang.
6.
Pembebasan
utang.
7.
Musnahnya
barang yang terutang.
8.
Batal/pembatalan.
9.
Berlakunya
suatu syarat batal.
10.
Lewat
waktu
HUKUM PERJANJIAN
A. Pengertian Hukum Perjanjian
1.
Menurut
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2.
Menurut
Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai
dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain
atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3.
Menurut
adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian
dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan
rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga
dapat terjadi pembayaran dimuka)
B. Standar Kontrak
1.
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah
disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.
Menurut
Remi Syahdeini,
Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi
dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak
dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.Suatu kontrak
harus berisi:
a.
Nama
dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b.
Subjek
dan jangka waktu kontrak.
c.
Lingkup
kontrak.
d.
Dasar-dasar
pelaksanaan kontrak.
e.
Kewajiban
dan tanggung jawab.
f.
Pembatalan
kontrak
C. Macam-macam Perjanjian
1.
Perjanjian
dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian
dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2)
KUHPerdata).Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu
pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
2.
Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana
hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.Perjanjian timbal balik
ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3.
Perjanjian
konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah
apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu
bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.Perjanjian riil ialah suatu
perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4.
Perjanjian
bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana
Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam
Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.Perjanjian tidak bernama
ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah
perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
D. Syarat sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
a.
Sepakat
untuk mengikatkan diri.
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai
segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara
bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
b.
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti
mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum.
c.
Suatu
hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat
ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi
perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
d.
Sebab
yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang
mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang
tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata
susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab
yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan
dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang
terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau
obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
E. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian
mempunyai arti penting bagi :
·
Kesempatan
penarikan kembali penawaran;
·
Penentuan
resiko;
·
Saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
·
Menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1)
BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak
pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam
BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan
kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang
dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia
memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan
pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan
tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi
(acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang
menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat
dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian. Ada beberapa teori yang
bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.
Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat
atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.
Teori
Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi
adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan
tanggal lahirnya kontrak.
c.
Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.
Teori
penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau
dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada
alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
kontrak.
F. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian,
artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian
yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena Adanya suatu
pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang
ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
a.
Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
b.
Terkait
resolusi atau perintah pengadilan.
c.
Terlibat
hukum.
d.
Tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
HUKUM DAGANG
(KUHP)
A. Pengertian Hukum Dagang
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya
adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual
barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan. Hukum
dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena
tingkah laku manusia dalam perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber
pada :
1.
Hukum
tertulis yang dikodifikasikan :
a.
Kitab
Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K).
b.
Kitab
Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW).
2.
Hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.
B. Sejarah Hukum Dagang
Pembagian hukum privat sipil ke dalam
hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi
pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari
ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa
peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang
disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya
diatur dalam KUHD itu. Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan
pembagian asasi adalah :
a.
Perjanjian
jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak
ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b.
Perjanjian
pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan
ditetapkan dalam KUHD.
C. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Didalam menjalankan kegiatan suatu
perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan
usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan
usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi
:
·
Membantu
didalam perusahaan.
·
Membantu
diluar perusahaan
Hubungan hukum yang terjadi diantara
pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat
bersifat :
·
Hubungan
perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata.
·
Hubungan
pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata.
·
Hubungan
hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
D. Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya
mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan perbuatan dagang, tetapi
sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah menjadi perbuatan
Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap
pengusaha (perusahaan). Para sarjana tidak satu pun memberikan pengertian
tentang perusahaan, pengertian dapat dipahami dari pendapat antara lain :
Menurut Hukum, Perusahaan adalah mereka
yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal
(dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan secara terus – menerus dan
terang – terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan
barang – barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Menurut Mahkamah Agung (Hoge Read),
perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan, jika secara teratur
melakukan perbuatan – perbuatan yang bersangkutpaut dengan perniagaan dan
perjanjian. Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi)
adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus – menerus,
bertindakkeluar, untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan
perjanjian – perjanjian perdagangan.
Menurut Undang – undang Nomor 3 Tahun
1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh
keuntungan atau laba.
E. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Di dalam menjalankan kegiatan suatu
perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan
usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan
usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2
fungsi :
a.
Membantu
didalam perusahaan.
b.
Membantu
diluar perusahaan.
Hubungan hukum yang terjadi diantara
pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat
bersifat :
·
Hubungan
perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata.
·
Hubungan
pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata.
·
Hubungan
hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdat
F. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang
menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pengusaha yaitu :
a.
Membuat
pembukuan.
b.
Mendaftarkan
perusahaannya.
G. Bentuk-bentuk Badan Usaha
Secara garis besar dapat diklasifikasikan
dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya yaitu :
1.
Bentuk-bentuk
perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan
dan perusahaan persekutuan.
2.
Bentuk-bentuk
perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan
hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
·
Perusahaan
Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :
ü Perusahaan Swasta Nasional.
ü Perusahaan Swasta Asing.
ü Perusahaan Patungan / campuran
·
Perusahaan
Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk :
ü Perusahaan Jawatan.
ü Perusahaan Umum.
ü Perusahaan Perseroan.
a.
Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
ü Yayasan terdiri atas kekayaan yang
terpisahkan.
ü Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan yayasan.
ü Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
ü yayasan tidak mempunyai anggota.
b.
Pembubaran
yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian,
yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
ü Jangka waktu yang ditetapkan dalam
anggaran dasar berakhir.
ü Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam
anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai.
ü Putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
A.
Dasar
hukum wajib Daftar Perusahaan
Wajib daftar
perusahaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran
perusahaan ini penting bagi pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan,
pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat. Selain itu wajib
daftar perusahaan ini memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengikuti secara
seksama keadaan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing. Bagi
dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari
praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll).
Selain itu
daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan
antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada
perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat. Tujuan Undang-Undang
tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan kepada
perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka, serta
pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.
B.
Ketentuan
Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan → daftar catatan resmi yang
diadakan berdasarkan ketentuan undang-undang dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap
perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran
perusahaan. Perusahaan → setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus-mneerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh
keuntungan atau laba. Pengusaha → setiap orang perorangan atau persekutuan atau
badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Usaha → setiap tindakan,
perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh
setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Menteri →
menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
C.
Tujuan
dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
→Mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara
benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua
pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya
tentang perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha Daftar perusahaan
bersifat terbuka untuk semua pihak. Sifat terbuka → daftar perusahaan itu dapat
dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
D.
Kewajiban
Pendaftaran
Setiap perusahaan
wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan, Pendaftaran wajib didaftarkan oleh
pemiliknya atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada
orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. Jika perusahaan dimiliki
oleh beberapa orang, maka pendaftaran boleh dilakkan oleh salah seorang dari
pemilik perusahaan tersebut. Badan Usah Yang Tidak Perlu Menjadi Wajib Daftar:
1.
Setiap
perusahaan Negara berbentuk perjanjian → yang dikecualikan dari kewaiban
pendaftran adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba.
2.
Setiap
perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh sendiri atau hanya
memperkerjakan anggota keluarga terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan
tidak merupakan badan hukum atu suatu persekutuan. Perusahaan kecil perorangan
yang melakukan kegiatan dan atau memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya
sekedar untuk mmenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini
adalh termasuk ipar dan menantu.
3.
Usaha
diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit:
Pendidikan
formal, pendidikan non formal, rumah sakit.
4.
Yayasan
Bentuk badan usaha
yang masuk dalam wajib daftar perusahaan:
a.
Badan
hukum.
b.
Persekutuan.
c.
Perorangan.
d.
Perum.
e.
Perusahaan
Daerah, perusahaan perwakilan asing.
E.
Cara
& Tempat serta Waktu Pendaftaran
Pendaftaran
dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapka oleh menteri
pada kantor tempat pendaftaran. Pendaftaran dilakukan di Kantor departemen
perindustrian dan Perdagangan atau Dinas yang membidangi Perdagangan
Kabupaten/Kota selaku kantor pendaftaran Perusahaan (KPP). Caranya:
·
Mengisi formulir pendaftaran yang
disediakan.
·
Membayar biaya administrasi.
·
Pendaftaran Perusahan wajib dilakukan
oleh pemilik/ pengurus/ penanggung jawab atau kuas perusahaan.
Pendaftaran
wajib dilakukan dalam jangkawaktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan
usahanya. Suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat
menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang.
F.
Hal-Hal
Yang Didaftarkan
a. Pengenalan
tempat.
b. Data
umum perusahaan.
c. Legalitas
perusahaan.
d. Data
pemegang saham.
e. Data
kegiatan perusahaan
Kepada
perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan diberikan
tanda daftar perusahan yang berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal
dikeluarkannya dan wajib dipebaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal
berlakuya berakhir. Apabila tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha
berkewajiban untuk mengajukan permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran
perusahaan untuk memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan
setelah kehilangan itu.
Apabila
ada perubahan atas hal yang didaftarkan, wajib dilaporkan pada kantor tempat
pendaftaran perusahaan dengan menyebutkan alas an perubahan tersebut disertai
tanggal perubahan tersebut dalm waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan itu. Apabila
ada pengalihan pemilikan atau pengurusan atsa perusahaan atau kantor cabang,
kantor pembantu, agen dan perwakilannya, pemilik atau pengurus lama
berkewajiban untuk melaporkan.
Apabila
terjadi pembubaran perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu atau
perwakilannya, pemilik atau pengurus maupun likuidaror berkewjiban untuk
melaporkanya.
Ketentuan
Pidana
Sanksi Pidana kejahatan (Pasal 32 UU-WDP) karena pengusaha dengan sengaja atau kelalaiannya tidak
memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan
kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta
rupiah).
Sanksi Pidana pelanggaran (Pasal 33 UU-WDP) karena pengusaha
melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap
dalam memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga)
bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,- (satu juta
lima ratus ribu rupiah).
Sanksi Pidana pelanggaran (Pasal 34 UU-WDP) karena pengusaha
tidak memenuhi kewajiban untuk menghadap atau menolak untuk menyerahkan atau
mengajukan sesuatu persyaratan atau keterangan lain untuk pendaftaran dalam
Daftar Perusahaan diancam pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) bulan kurungan
atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
HUKUM
KEKAYAAN INTELEKTUAL(HAKI)
A.
Pengertian
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di
Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property
Right. Kata “Intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut
adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of
the Human Mind) (WIPO, 1988:3). Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta,
Hak Paten dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian
dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Jadi pengertian secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan
suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.
Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk.
B. Prinsip-prinsip Hukum Kekayaan Intelektual
1.
Prinsip Ekonomi
Prinsip Ekonomi, yakni
hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia
yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan
kepada pemilik yang bersangkutan.
2.
Perinsip
Keadilan
Prinsip keadilan, yakni
di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu
hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3.
Prinsip
Kebudayaan
Prinsip kebudayaan,
yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan
kehidupan manusia.
4.
Prinsip
Sosial
Prinsip sosial (mengatur
kepentingan manusia sebagai warga Negara), artinya hak yang diakui oleh hukum
dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga
perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat.
C. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak
atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta
(copyright), dan hak kekayaan industri (industrial property right). Hak kekayaan
industry (industrial property right) adalah hak yang mengatur segala sesuatu
tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak
kekayaan industry (industrial property right) berdasarkan pasal 1
Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang
telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a.
Paten.
b.
Merek.
c.
Varietas
tanaman.
d.
Rahasia
dagang.
D. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia
1.
UU Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.
UU Nomor 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15).
3.
UU
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42).
4.
UU Nomor 12
Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29).
E. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak
khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk
ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra
dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
a.
Hak Cipta
adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal
1 ayat 1).
b.
Hak cipta
diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara ekslusif kepada
pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi”.
F. Hak Paten
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Investor atas hasil invensinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakan (Pasal 1 ayat 1). Dasar Hukum Hak Paten :
a.
UU
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten ( Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39).
b.
UU
Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 30).
c.
UU
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
G. Hak Merk
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
a.
Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 ayat 1).
b.
Merek
merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa)
tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga
kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
Jadi Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan di gunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek). Dasar Hukum Hak Merk :
a.
UU Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81).
b.
UU Nomor 14
Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 31).
c.
UU Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).
H. Desain Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 200 Tentang Desain Industri
Desain industri adalah suatu
kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis
dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.(Pasal 1 ayat 1).
I. Rahasia Dagang
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologo dan/atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomi karna berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A. Pengertian Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999 :
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
B.
Asas &
Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas-asas
yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 UU PK adalah:
1.
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga
tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya.
Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.
Asas
keadilan
Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.
Asas
keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,
pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak
yang lebih dilindungi.
4.
Asas keamanan
dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas kepastian
hokum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hokum.
Perlindungan konsumen bertujuan:
a.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan / atau jasa;
c.
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
d.
Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.
Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f.
Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
C. Hak & Kewajiban Konsumen
Hak konsumen adalah:
a.
Konsumen berhak atas produk yang aman.
b.
Konsumen berhak atas segala informasi yang relevan terhadap produk yang
dipakainya.
c.
Konsumen memiliki hak untuk berbicara dan didengar.
d.
Konsumen berhak memilih produk yang akan dibeli.
e.
Konsumen berhak mendapatkan edukasi tentang pembelian mereka.
f.
Konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik.
g.
Hak untuk mendapatkan ganti rugi
Kewajiban konsumen adalah:
a.
Membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku
usaha adalah:
a.
Hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.
Hak untuk
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c.
Hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d.
Hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
e.
Hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban
pelaku usaha adalah:
a.
Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.
Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.
Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.
Menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.
Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
f.
Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g.
Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
E. Perbuatan Yang Dilanggar Bagi Pelaku Usaha
a. Pasal 8
Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas
penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pasal 9
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
c. Pasal 10
Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai: Harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa.
d. Pasal 13
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu
barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan
atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau
memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
e. Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang
untuk:
·
Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
·
Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media massa;
·
Memberikan
hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
·
Mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
F. Klasula Baku Dalam Perjanjian
Klausula
Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen. Misalnya:
Kwitansi/ faktur pembelian barang yang menyatakan: Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan atau perjanjian apabila:
a.
Menyatakan
tunduk-nya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,
lanjutan dan atau peng-ubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha
dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
b.
Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
c.
Setiap klausula
yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dinyatakan batal demi
hukum.
G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Menurut Pasal 19 yaitu :
a.
Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
b.
Ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
d.
Pemberian
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
H. Sanksi
a.
Sanksi
Administratif
b.
Sanksi
Pidana
ANTI MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
A. Pengertian Anti Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu
penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang
penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai penentu
harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga
dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit
barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula
sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam
penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda
pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk
tersebut.
B. Asas & Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU
No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh
kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan
persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting
competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai
dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti
halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara
sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua
pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum
sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1.
Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
2.
Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai
pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3.
Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang
merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
·
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
·
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
·
Membatasi peredaran dan atau penjualan barang
dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
·
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku
usaha tertentu.
4.
Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5.
Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6.
Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang
yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,
pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
pada perusahaan lain.
7.
Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa
pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang
sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8.
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku
usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan
perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
D. Perjanjian Yang Dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan
harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, antara lain :
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
·
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar ;
·
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian
wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi
vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian
tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
E. Hal-hal Yang Dikecualikan UU Antimonopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai
berikut :
1.
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
·
Oligopoli
·
Penetapan harga
·
Pembagian wilayah
·
Pemboikotan
·
Kartel
·
Trust
·
Oligopsoni
·
Integrasi vertikal
·
Perjanjian tertutup
·
Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik
untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
·
Monopoli
·
Monopsoni
·
Penguasaan pasar
·
Persekongkolan
3.
Posisi dominan, yang meliputi :
·
Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau
jasa yang bersaing.
·
Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi.
·
Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar.
·
Jabatan rangkap.
·
Pemilikan saham
·
Merger, akuisisi, konsolidasi
F. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha(KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen
di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
G. Sanksi
a.
Pasal
36
UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
b.
Pasal
48
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9
sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27,
dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus
miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)
bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai
dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26
Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (
lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima)
bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
·
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana
tambahan berupa:
a.
Pencabutan izin usaha; atau
b.
Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
c.
Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran
tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana.
PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI
A.
Pengertian Sengketa
Pengertian
sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which
arises during the course of the exchange or transaction process is central to
market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
·
Menurut Winardi, Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
·
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang
suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara
keduanya.
Dari
pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah
perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks
melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis
yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara
para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dna
masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of
interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang
terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan
sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis
dapat berupa sengketa sebagai berikut :
·
Sengketa perniagaan.
·
Sengketa perbankan.
·
Sengketa Keuangan.
·
Sengketa Penanaman Modal.
·
Sengketa
Perindustrian.
·
Sengketa HKI.
·
Sengketa Konsumen.
·
Sengketa
Kontrak.
·
Sengketa
pekerjaan.
·
Sengketa perburuhan.
·
Sengketa perusahaan.
·
Sengketa hak.
·
Sengketa property.
·
Sengketa Pembangunan konstruksi
B. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa
1.
Dari sudut pandang pembuat keputusan
ü Adjudikatif
: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan
pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
ü Konsensual/Kompromi
: cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai
penyelesaian yang bersifat win-win solution.
ü Quasi
Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
2.
Dari sudut pandang prosesnya
ü Litigasi :
merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan
menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
·
Pengadilan Umum
·
Pengadilan Niaga
ü Non Litigasi
: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme
:
·
Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa
perdata diluar peradilan umum yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999).
·
Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak
yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.
·
Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam
mediasi yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak
ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
·
Konsiliasi :
Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
·
Konsultasi
·
Penilaian Ahli
I.
Penyelesaian Melalui proses Litigasi
a.
Pengadilan umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis,
mempunyai karakteristik :
·
Prosesnya sangat formal.
·
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
negara (hakim).
·
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and
binding).
·
Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang
bersalah).
·
Persidangan bersifat terbuka.
b.
Pengadilan niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada
di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan
memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
·
Prosesnya sangat formal.
·
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
negara (hakim).
·
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and
binding).
·
Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah).
·
Proses persidangan bersifat terbuka.
·
Waktu singkat.
II.
Penyelesaian Non_Litigasi
Selain itu
banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Arbitrase,
Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan
agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan
membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila
pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak
ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka
dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika
tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan
untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi.
Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian
dapat terselesaikan.
C. Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
a.
Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah
(atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
b.
Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut
kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang,
dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
c.
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua
pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari
hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
a.
Moving against (pushing): menjelaskan,
menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
b.
Moving with (pulling): memperhatikan,
mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan
interaksi.
c.
Moving away (with drawing): menghindari
konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi
pertanyaan.
d.
Not moving (letting be): mengamati,
memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
1.
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti
pihak lain mengamatinya.
2.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain
sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah
pendiriannya.
3.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan
situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
4.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian
rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang
diajukan.
5.
Memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha
menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam
negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat
terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya
merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
·
Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat
dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
·
Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh
kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam
Negosiasi
·
Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang
lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan.
·
Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan
ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
·
Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden
agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat
dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga
negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Teknik Negoisasi
Secara umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi
yang dikenal dapat dibagi kedalam:
·
Tahap negoisasi kompetitip
·
Tahap negoisasi koperatif
·
Tahap negoisasi lunak dan keras
·
Tahap negoisasi interest based
D. Mediasi
Mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat
para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki
kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses
mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau
konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus,
maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus
memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
·
Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis
hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator
supaya dilaksanakan mediasi.
·
Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan
penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
·
Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak
yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha
mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
·
Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil
perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis
yang memberikan penetapan. Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap
dibuat oleh majelis.
Mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator
adalah :
·
Netral
·
Membantu para pihak
·
Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian
Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.Tugas
Mediator yaitu :
·
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
·
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
·
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
·
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
Demi
kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk
memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
·
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua
Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima)
nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para
mediator.
·
Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang
telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
·
Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak
ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang
bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
·
Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam
daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
·
Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat,
Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
·
Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan
memperbarui daftar mediator.
·
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator
dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena
mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan
pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
·
Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
·
Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh
para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
E. Arbitrase
Istilah
arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
·
Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk
menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
·
Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan
untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak
maupun antara arbiter itu sendiri;
·
Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam
penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada
perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak;
·
Asa final and binding, yaitu suatu
putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat
dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada
prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian
arbitrase.
Sehubungan
dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan
perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan. Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam
pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Dalam Pasal
5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat diselesaikan
melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut
hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya
oleh pihak yang bersengketa.” Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan
untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya dapat
diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase
merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak
perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat
mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).
Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi).
Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum
apapun. Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak
diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase
nasional tersebut.
Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk,
yaitu:
·
Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum
de compromitendo); atau
·
Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis).
Sebelum
undang-undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur
dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada
penjelasanpasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang
makalahadedidiikirawanPokok-PokokKekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase) tetap diperbolehkan. Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang
melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian
perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan
mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau
kenyataan dilapangan.
Objek
perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan
melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa
lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU
Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak
yangmakalahadedidiikirawan menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Adapun
kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu
Pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketamakalahadedidiikirawan
yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian
sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d
1854.
Arbitrase
dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan
yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion
Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang
disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam
sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase
institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini
dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase
seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional
seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of
Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The
International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di
Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase
sendiri-sendiri.
BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai berikut:"Semua
sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur
arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar
klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade
Law) adalah sebagai berikut: "Setiap sengketa, pertentangan atau
tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi,
pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase
sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut
Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul
arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan
menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase.
Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat
setelah sengketa timbul.
Keunggulan
arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30
tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :
·
Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;
·
Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural
dan administratif dapat dihindari ;
·
Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman,
memiliki makalahadedidiikirawanlatar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, serta jujur dan adil ;
·
Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk
penyelesaian masalahnya ;
·
Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan
arbitrase ;
·
Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para
pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping
keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan
arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah
masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan
untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup
jelas.
F. Perbandingan Antara Perundingan,Arbitrasi dan Ligitasi
Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Litigasi (Peradilan)
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera
(3-6 minggu)
|
Agak cepat
(3-6 bulan)
|
Lama
(2 tahun lebih)
|
Biaya
|
Murah
(low cost)
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
(expensive)
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonis
|
Antagonis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
(the past)
|
Masa lalu
(the past)
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
(blocked)
|
Jalan buntu
(blocked)
|
Result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosional
|
Bebas emosi
|
emosional
|
Emosi bergejolak
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwa
setiap kegiatan ekonomi memerlukan kepastian hokum dalam menagatur setiap
kegiatan ekonomi, agar memberikan kelancaran dalam setiap jalannya kegiatan
ekonomi. Dengan kelancaran kegiatan ekonomi dapat memberikan hasil yang
maksimal dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Kepastian hokum yang
jelas , tegas dan adil menciptakan kegiatan ekonomi yang selaras dengan
perkembangan perekonomian, sehingga memberikan pertumbumbuhan perekonomian yang
sesuai dengan yang diharapkan.
B.
Saran
Setiap hokum
harus dilaksanakan dengan bersifat tegas, adil dan jelas juga tidak memihak.
Agar tidak ada penyalah aturan dalam jalannya kegiatan ekonomi. Sehingga dapat
berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.slideshare.net/basilia88/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi
Silondae, Arus Akbar.
Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. mitra wacana media. 2010
http://ray-x-heray.blogspot.com/2011/03/perbandingan-antara-perundingan.html